Selamat Datang

(Wilujeung Sumping)

Riungan Mahasiswa Sukabumi (RIMASI) adalah sebuah wadah bagi para mahasiswa sukabumi yang sedang kuliah di daerah jakarta, untuk mempererat tali silaturahmi dan saling berbagi dalam berbagi hal tentang masalah-masalah yang ada di sukabumi maupun yang bersangkutan tentang mahasiswa yang sedang belajar di berbagai universitas yang ada di daerah jakarta



Rabu, 23 Mei 2012

ADA RASA BINGUNG TERHADAP ERA-MODERNISASI



"diskusi SAMAK"
Wacana awal:
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra-modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai berikut.
Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pra-modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis.
Soerjono Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning. (dalam buku Sosiologi: suatu pengantar)
Dengan dasar pengertian di atas maka secara garis besar istilah modern mencakup pengertian sebagai berikut.
a. Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
b. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya
Dampak Positif
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap; Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik; Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dampak Negatif
a. Pola Hidup Konsumtif; Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b. Sikap Individualistik; Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan; Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial; Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
wacana kedua:
            Untuk lebih spesifik lagi membahas masalah modernisasi, maka kita akan mengungkap kembali pemahaman cendikiawan muslim yang mengusung gerakan Neo-Modenisme, yang barang kali masalah ini sudah lama terdengar oleh kita.
 (Dalam buku Muhammad Azhar. Fiqh Kontemporer Dalam Pandangan Neo-modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.1996) dikatakan bahwa Latar Belakang Munculnya Aliran Neo Modernisme Islam yaitu : dilatarbelakangi oleh beberapa perkembangan pemikiran Islam sebelumnya[1]. Kiranya Ada tiga gerakan pemikiran yakni;
1.      Gerakan Revivalisme Pramodernis. Muncul pada abad ke 18 dan 19 di  Arabia, India dan Afrika. Gerakan yang tidak terkena sentuhan Barat ini memperlihatkan ciri-ciri umum:
a.      keprihatinan yang mendalam terhadap de-generasi sosio-moral umat Islam dan usaha untuk mengubahnya.
b.      himbauan untuk kembali pada Islam sejati dan mengenyahkan tahayul-  tahayul yang ditanamkan oleh bentuk-bentuk sufisme popular
c.       himbauan untuk meleksanakan pembaharuan ini lewat kekuatan bersenjata (jihad) jika perlu
2.      Gerakan Modernisme Klasik, yang muncul pada pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20 dibawah pengaruh ide-ide barat. Pada periode ini merupakan perluasan terhadap isi ijtihad, yang menurut Rahman merupakan suatu prestasi besar yang tidak bersifat artifisial atau terpaksa. Jadi  pada hakekatnya penafsiran pada gerakan ini didasarkan pada al-Quan dan “sunnah historis” (biografi nabi) beda dengan “sunnah tekhnis” (yang ada dalam hadits-hadits), yang mana dikaitkannya dengan pranata-pranata barat dengan tradisi Islam melalui sumber-sumber teresebut.
3.      Gerakan Neorevivalisme, yang mendasarkan pemikirannya pada basis pemikiran modernisme klasik bahwa Islam itu mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik individu maupun kolektif. Akan tetapi hal itu hanya reaksi sesaat saja terhadap modernism klasik mereka tidak menerima metodenya bahkan mereka tidak mampu mengembangkan metodologi apapun untuk menegaskan posisinya, selain membedakan Islam dari barat.
Maka dari pengaruh gerakan ini munculah gerakan selanjutnya yaitu:
      Gerakan Noemodernisme, yang kelanjutan dari gerakan neorevivalisme yang mana gerakan ini mengusung sikap harus kritis terhadap pemikiran barat maupun terhadap warisan-warisan kesejahteraan sendiri. Umat Islam harus mampu mengkaji terhadap gagasan-gagasan maupun ajaran-ajaran dalam sejarah keagamaannya sendiri. Apabila tidak , maka tidak akan berhasil dalam menghadapi kelangsungan hidup sebagai muslim dengan adanya tuntutan zaman modern yang begitu berkembang pesat.
      Adapun gerakan ini yang (dipelopori oleh prof. Dr. Fazlur Rahman) yang mana beliau sebagai cendikiawan muslim yang kritis terhadap masalah-masalah kelangsungan dan kesejahteraan kehidupan manusia sebagai umat muslim dalam menghadapi era globalisasi atau di zaman modern ini. Beliau menyatakan ketidakpuasannya beliau terhadap mutu pendidikan tinggi Islam di negeri-negeri Muslim. Penomena itu terbukti dengan kritisismenya beliau yang pedas terhadap lembaga-lembaga tersebut tentang al-Azhar di Mesir, misalnya; ia mengemukakan bahwa lembaga pendidikan itu dalam kenyataannya “mewakili sosok akhir pemikiran Islam abad pertengahan dengan beberapa modifikasi baru dan kecil-kecilan serta posisi intelektual spiritualnya tetap statis”.
Kemudian pula dengan pemikirannya seperti; Pandangan Rahman tentang al-Qur’an memang cukup kontroversial. Rahman manyatakan dalam karyanya, Islam, “Al-Qur’an itu adalah kalam Allah. Kemudian dalam pengertian biasa—juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad”. Pandangan yang tidak biasa dalam masyarakatnya ini kontan mendapat serangan sengit dari kaum ortodoks dan fundmentalis di Pakistan. Namun yang perlu dipahami di sini adalah apa sebenarnya yang dimaksud Rahman dengan “dalam pengertian biasa—juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad”. Pernyataan Rahman ini bisa kita pahami ketika kita melihat bahwa al-Qur’an adalah Kalam Tuhan yang abadi, tidak bermula dan berakhir. Maka dari sini kita melihat bahwa keabadian dan ketakbermulaan ini sifatnya adalah transendental, bukan mewujud dalam dunia fisik. Karena dalam tradisi ilmu kalam, sesuatu yang berwujud fisik tidaklah abadi. Rahman memandang bahwa dalam konteks al-Qur’an yang berada di sisi Allahlah yang benar-benar abadi, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Sementara ketika al-Qur’an tersebut disampaikan kepada Umat manusia oleh Nabi Muhammad, maka al-Qur’an itu juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad. Karena bahasa Arab adalah produk budaya, secara otomatis “bahasa” al-Qur’an tersebut adalah bahasa yang dimengerti oleh Muhammad ketika al-Qur’an tersebut hendak disampaikan kepada kaumnya. Bagi Rahman, wahyu adalah semacam ide yang masuk secara tiba-tiba ke dalam benak Muhammad. Ia hanya merupakan sebuah gagasan yang jelas, dan kemudian Nabi Muhammad menjadi “kepanjangan tangan” dari ide tersebut. Pemikiran Rahman yang demikian itu, sebagaimana dikemukakan di muka, tentu saja langsung mendapat kritikan tajam dari para penganut Islam yang telah mapan. Karena dalam pandangan tradisional, al-Qur’an adalah dari Allah, lafadz sekaligus maknanya.
Barangkali itulah sekilas tentang pemikiran Fazlur Rahman, yang apabila dikaitkan dengan era zaman sekarang ini akan sangat dekat sekali pengertiannya dan pengaruhnya terhadap kehidupan kita, apalagi dengan adanya kata “globalisasi atau modernisasi” yang dalam benak kita terpikir bahwa fenomena tersebut memunculkan adanya rasa bingung untuk kita renungkan dan realisasikan dengan mempertimbangkan budaya, adat istiadat, tradisi, politik, ekonomi kita (Indonesia) dan hal-hal lain sebagainya.
Maka, Kemudian dari permasalahan tersebut, seperti apakah tanggapan kita dan harus bagaimanakah sikap kita dalam menghadapi era tersebut sekarang ini?



[1] Muhammad Azhar. Fiqh Kontemporer Dalam Pandangan Neomodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar