Selamat Datang

(Wilujeung Sumping)

Riungan Mahasiswa Sukabumi (RIMASI) adalah sebuah wadah bagi para mahasiswa sukabumi yang sedang kuliah di daerah jakarta, untuk mempererat tali silaturahmi dan saling berbagi dalam berbagi hal tentang masalah-masalah yang ada di sukabumi maupun yang bersangkutan tentang mahasiswa yang sedang belajar di berbagai universitas yang ada di daerah jakarta



Rabu, 23 Mei 2012

Kabengharan Basa



Balandongan : Agedan saheula anan pikeun narima semah atawa tempat ka monesan di nu kariaan
Balastrang : Piring panci anu gede
Balebat : Udat-udat anu bodas Beulah wetan dina waktu arek fajar
Bakiak : dadampar suku tina kai make karet atawa kulit keur pamagehna, kelom
Bakakak : panggang hayam atawa manuk teu di sempalan, benang melah palebah dadana, tuluy sina meber
Balagendir : anak kutu, leuwih gede batan kuar
Barabay : kecap panganteur pikeun cahaya anu manjang
Baranahan : Loba anakna atawa turunanna
Barangasan : babari ambek
Beger : mimiti boga rasa birahi
Bebence : puyuh jaluna
Belentuk : bangkong gede anu bisa ngembungkeun beuteungna
Belewuk : kotor ku kekebul
Bentet : sebeh pisan
Belegug : teu nyaho tatakrama jeng kasopanan
Besan : indung atawa bapa minantu
Bedo : burung, bolay, teu jadi, teu tulus
Balungbang : kamalir gede sarta jero tadah cileuncang
Beunyeur : bubuk beas
Beuweung : Nyapek tapi teu di dahar
Biantara : pidato, nyarita atawa nyarita di hareupeun jalma rea
Binarung : Barung, di barengan
Boa – boa : bisa jadi, palangsiang
Bobotoh : purah ngagedean hate ngahudang sumanget kanu ngadu jajaten

TEU ACAN AYA JUDULNA



Ku:
Yosep lesmana
dina buletin rimasi edisi II
Aya waruga anu ngeusian manah,
Pami siang sok rajeun janten lamunan,
Pami wengi pasti janten kembangna ngimpi,
Duka saha?...
Sareng duka kumaha lebetna raraosan anu ngagalura dina dada?
Pami emut gelenyu imutna,
Komo pami emut kana rindat socana
Matak kayungyun jalmi anu ngajak cumarita,
Saha atuh salira teh?
Ieu manah tos teu tiasa mangpalerkeunna,
Peurueum kadeuleu beunta karasa,
Nagkuban asa handapan nangkarak asa luhureun,
Da kumaha atuh
Bobot pangayon timbang taraju abot enteng aya di anjeunna,
Diri pribadi moal tiasa maksakeun sagala kahayang.
Ya alllah ieu perasaan teh tiasa laksana ka untun tipung ka anyam beas moal?
Da kasaha deui abdi muntang tulung iwal ti ka gusti.
Jantenkeun sagala cita-cita ka anjeunna
Tos teu kawasa nahan raraosan
Anu ngagulung dina kalbu,
Anu sumarambah dina bayah,
Anu sing seleket dina hate,
Sing sarenud dina kalbu.
Tos sering ieu raraosan teh dipangpalerkeun,
Malahan teu elat di bebenjokeun,
Tapi duka kumaha tos moal deui di leungitkeun dina emutan
Duka dugika iraha ieu diri tiasa nahan kana sagala rasa?
Tah ayeuna mah anu nulis nyuhunkeun pidu’ana kasadayana anu maca,
Muga-muga anu aya dina kereteg manah anu nulis
Sing enggal di bukakeun panto hate na.
Amin.....
Ieu lalampahan urang tutup
Ku Kembang Sinetik Sinebaran Sari Tutup Lawang Sigotaka

                                                                                                Ciputat,   Desember 2006

ADA RASA BINGUNG TERHADAP ERA-MODERNISASI



"diskusi SAMAK"
Wacana awal:
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra-modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai berikut.
Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pra-modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis.
Soerjono Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning. (dalam buku Sosiologi: suatu pengantar)
Dengan dasar pengertian di atas maka secara garis besar istilah modern mencakup pengertian sebagai berikut.
a. Modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
b. Modern berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya
Dampak Positif
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap; Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik; Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dampak Negatif
a. Pola Hidup Konsumtif; Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b. Sikap Individualistik; Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan; Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial; Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
wacana kedua:
            Untuk lebih spesifik lagi membahas masalah modernisasi, maka kita akan mengungkap kembali pemahaman cendikiawan muslim yang mengusung gerakan Neo-Modenisme, yang barang kali masalah ini sudah lama terdengar oleh kita.
 (Dalam buku Muhammad Azhar. Fiqh Kontemporer Dalam Pandangan Neo-modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.1996) dikatakan bahwa Latar Belakang Munculnya Aliran Neo Modernisme Islam yaitu : dilatarbelakangi oleh beberapa perkembangan pemikiran Islam sebelumnya[1]. Kiranya Ada tiga gerakan pemikiran yakni;
1.      Gerakan Revivalisme Pramodernis. Muncul pada abad ke 18 dan 19 di  Arabia, India dan Afrika. Gerakan yang tidak terkena sentuhan Barat ini memperlihatkan ciri-ciri umum:
a.      keprihatinan yang mendalam terhadap de-generasi sosio-moral umat Islam dan usaha untuk mengubahnya.
b.      himbauan untuk kembali pada Islam sejati dan mengenyahkan tahayul-  tahayul yang ditanamkan oleh bentuk-bentuk sufisme popular
c.       himbauan untuk meleksanakan pembaharuan ini lewat kekuatan bersenjata (jihad) jika perlu
2.      Gerakan Modernisme Klasik, yang muncul pada pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20 dibawah pengaruh ide-ide barat. Pada periode ini merupakan perluasan terhadap isi ijtihad, yang menurut Rahman merupakan suatu prestasi besar yang tidak bersifat artifisial atau terpaksa. Jadi  pada hakekatnya penafsiran pada gerakan ini didasarkan pada al-Quan dan “sunnah historis” (biografi nabi) beda dengan “sunnah tekhnis” (yang ada dalam hadits-hadits), yang mana dikaitkannya dengan pranata-pranata barat dengan tradisi Islam melalui sumber-sumber teresebut.
3.      Gerakan Neorevivalisme, yang mendasarkan pemikirannya pada basis pemikiran modernisme klasik bahwa Islam itu mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik individu maupun kolektif. Akan tetapi hal itu hanya reaksi sesaat saja terhadap modernism klasik mereka tidak menerima metodenya bahkan mereka tidak mampu mengembangkan metodologi apapun untuk menegaskan posisinya, selain membedakan Islam dari barat.
Maka dari pengaruh gerakan ini munculah gerakan selanjutnya yaitu:
      Gerakan Noemodernisme, yang kelanjutan dari gerakan neorevivalisme yang mana gerakan ini mengusung sikap harus kritis terhadap pemikiran barat maupun terhadap warisan-warisan kesejahteraan sendiri. Umat Islam harus mampu mengkaji terhadap gagasan-gagasan maupun ajaran-ajaran dalam sejarah keagamaannya sendiri. Apabila tidak , maka tidak akan berhasil dalam menghadapi kelangsungan hidup sebagai muslim dengan adanya tuntutan zaman modern yang begitu berkembang pesat.
      Adapun gerakan ini yang (dipelopori oleh prof. Dr. Fazlur Rahman) yang mana beliau sebagai cendikiawan muslim yang kritis terhadap masalah-masalah kelangsungan dan kesejahteraan kehidupan manusia sebagai umat muslim dalam menghadapi era globalisasi atau di zaman modern ini. Beliau menyatakan ketidakpuasannya beliau terhadap mutu pendidikan tinggi Islam di negeri-negeri Muslim. Penomena itu terbukti dengan kritisismenya beliau yang pedas terhadap lembaga-lembaga tersebut tentang al-Azhar di Mesir, misalnya; ia mengemukakan bahwa lembaga pendidikan itu dalam kenyataannya “mewakili sosok akhir pemikiran Islam abad pertengahan dengan beberapa modifikasi baru dan kecil-kecilan serta posisi intelektual spiritualnya tetap statis”.
Kemudian pula dengan pemikirannya seperti; Pandangan Rahman tentang al-Qur’an memang cukup kontroversial. Rahman manyatakan dalam karyanya, Islam, “Al-Qur’an itu adalah kalam Allah. Kemudian dalam pengertian biasa—juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad”. Pandangan yang tidak biasa dalam masyarakatnya ini kontan mendapat serangan sengit dari kaum ortodoks dan fundmentalis di Pakistan. Namun yang perlu dipahami di sini adalah apa sebenarnya yang dimaksud Rahman dengan “dalam pengertian biasa—juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad”. Pernyataan Rahman ini bisa kita pahami ketika kita melihat bahwa al-Qur’an adalah Kalam Tuhan yang abadi, tidak bermula dan berakhir. Maka dari sini kita melihat bahwa keabadian dan ketakbermulaan ini sifatnya adalah transendental, bukan mewujud dalam dunia fisik. Karena dalam tradisi ilmu kalam, sesuatu yang berwujud fisik tidaklah abadi. Rahman memandang bahwa dalam konteks al-Qur’an yang berada di sisi Allahlah yang benar-benar abadi, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Sementara ketika al-Qur’an tersebut disampaikan kepada Umat manusia oleh Nabi Muhammad, maka al-Qur’an itu juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad. Karena bahasa Arab adalah produk budaya, secara otomatis “bahasa” al-Qur’an tersebut adalah bahasa yang dimengerti oleh Muhammad ketika al-Qur’an tersebut hendak disampaikan kepada kaumnya. Bagi Rahman, wahyu adalah semacam ide yang masuk secara tiba-tiba ke dalam benak Muhammad. Ia hanya merupakan sebuah gagasan yang jelas, dan kemudian Nabi Muhammad menjadi “kepanjangan tangan” dari ide tersebut. Pemikiran Rahman yang demikian itu, sebagaimana dikemukakan di muka, tentu saja langsung mendapat kritikan tajam dari para penganut Islam yang telah mapan. Karena dalam pandangan tradisional, al-Qur’an adalah dari Allah, lafadz sekaligus maknanya.
Barangkali itulah sekilas tentang pemikiran Fazlur Rahman, yang apabila dikaitkan dengan era zaman sekarang ini akan sangat dekat sekali pengertiannya dan pengaruhnya terhadap kehidupan kita, apalagi dengan adanya kata “globalisasi atau modernisasi” yang dalam benak kita terpikir bahwa fenomena tersebut memunculkan adanya rasa bingung untuk kita renungkan dan realisasikan dengan mempertimbangkan budaya, adat istiadat, tradisi, politik, ekonomi kita (Indonesia) dan hal-hal lain sebagainya.
Maka, Kemudian dari permasalahan tersebut, seperti apakah tanggapan kita dan harus bagaimanakah sikap kita dalam menghadapi era tersebut sekarang ini?



[1] Muhammad Azhar. Fiqh Kontemporer Dalam Pandangan Neomodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.1996

Menempa Kepemimpinan Pemuda Sunda: Berkaca Dari Carita Pantun



Oleh Abdullah Alawi[1]
Beberapa hari lalu, kita telah memperingati hari Sumpah Pemuda yang sangat krusial pada zamannya. Sumpah ini kemudian menghasilkan tiga rumusan yang kemudian dikenal dengan sumpah pemuda, yaitu berbahasa satu, bahasa Indonesia, berbangsa satu, bangsa Indonesia, dan bertanah air satu, tanah air Indonesia. Sejarah membuktikan, bahwa Sumpah Pemuda sebagai tonggak perjuangan pergerakan kemerdekaan secara nasional. Sebelumnya, perjuangan bersiafat kedaerahan, riak pergerakan yang mudah ditekuk Belanda.
Namun, setelah 80 tahun Sumpah Pemuda, negara ini, setidaknya menurut Yudi Latif, seolah ada keluhan panjang tentang kemacetan regenerasi kepemiminan di tingkat nasional, seolah-olah bangsa kita bukan lagi tempat persemaian yang subur bagi perkembangan talenta-telenta muda.
Yudi kemudian melanjutkan, Indonesia harus mengalami kembali sutu proses “creatif destruction”, lewat kepemimpinan kaum muda. Kaum muda dituntut merobohkan kelaziman politik yang merasionalisasikan kepentingan individual untuk dibayar oleh irasionalitas kehidupan kolektif. Politik harus kembali ditempatkan sebagai usaha resolusi atas problem-problem kolektif dengan pemenuhan kebijakan kolektif. Hanya dengan memuliakan potensi kreatif pemudalah, Indonesia bisa meraih kembali marwah kehormatannya di pentas dunia.
Dari pernyataan tersebut, timbul pertanyaan bagaimana regenerasi pemuda dalam budaya Sunda?
Saya tidak berkompeten dalam menjawab pertanyaan berat ini. Tapi setidaknya, hal ini bisa dicari dari khazanah kebudayaan Sunda sendiri. Salah satunya bersumber dalam carita pantun Sunda. Meski hal ini hal ini sudah lewat dan terlupakan, dan oleh sebagian orang Sunda sendiri dianggap sebagai hal yang tidak perlu. Hal ini wajar, karena memang carita pantun bukan sejarah faktual menurut sejarah konvensional, tapi lebih kepada etika, yaitu ajaran mengenai apa yang sepantasnya dan sebaiknya dipakai seseorang dalam cara pandang nenek moyang kita. Dan anak cucunya, kita mengkajinya.
 Menurut Bambang Q. Anees, jika kita menelusur naskah-naskah Sunda Buhun, kita akan menemukan peran pemuda. Kita akan menemukan sosok Guru Minda dalam Wawacan Lutung Kasarung, Sangkuriang, Ciung Wanara, Mundinglaya Dikusumah, dan Guru Gantangn, dan lain-lain.
Dalam hal ini, penulis akan mengambil contoh dua carita pantun, yaitu sosok Guru Minda dalam Wawacan Lutung Kasarung, dan Mundinglaya Dikusumah dalam Wawacan Mundinglaya Dikusumah.

Penempaan Pemuda dalam Dua Carita Pantun
Cerita pantun atau lakon pantun, yaitu ceita yang biasa dilakonkan oleh jurupantun dalam pergelaran ruatan (ritual) yang disebut mantun. Di dalam pergelaran pantun ada bagian yang diceritakan, dan ada bagian yang ditembangkan sambil diiringi petikan kecapi. Cerita pantun lahir sebelum abad ke- 14 karena dalam Cerita Pantun Ciung Wanara dikisahkan Kerajaan Galuh dan dalam Cerita Pantun Lutung Kasarung dikisahkan Kerajaan Pasir Batang. Kedua kerajaan tersebut jauh telah hadir sebelum Kerajaan Pajajaran berdiri. Bukti tertulis adanya cerita pantun adalah Naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1440 Saka, 1518 Masehi).
Di dalam naskah tersebut dijelaskan ada empat judul cerita pantun, yaitu Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, dan Haturwangi. Struktur atau susunan cerita pantun itu terdiri atas rajah, ada bagian yang diceritakan, ada bagian yang didialogkan, dan ada bagian yang ditembangkan. Cerita pantun diawali oleh rajah pembuka --- mangkat cerita --- mendeskripsikan kerajaan dan tokoh-tokoh sentral yang dilakonkan --- ditutup oleh rajah penutup atau rajah pamunah.
Dalam tulisan ini, penulis memilih dua sosok pemuda dalam carita pantun Lutung Kasarung dan Mundinglaya Dikusumah. Berikut ringkasan kedua carita pantun tersebut:
Carita pantun Lutung Kasarung (artinya Lutung yang Tersesat) adalah cerita pantun yang mengisahkan legenda masyarakat Sunda tentang perjalanan Sanghyang Guruminda dari Kahyangan yang diturunkan ke Buana Panca Tengah (Bumi) dalam wujud seekor lutung (sejenis monyet). Dalam perjalanannya di Bumi, sang lutung bertemu dengan putri Purbasari Ayuwangi yang diusir oleh saudaranya yang pendengki, Purbararang. Lutung Kasarung adalah seekor mahkluk yang buruk rupa. Pada akhirnya ia berubah menjadi pangeran dan mengawini Purbasari, dan mereka memerintah Kerajaan Pasir Batang dan Kerajaan Cupu Mandala Ayu bersama-sama.
Sedangkan carita pantun “Mundinglaya Dikusumah mengisahkan perjalanan pemuda Mundinglaya untuk mengambil jimat layang salaka domas, yang diperlukan untuk mencegah negara dari kehancuran akibat malapetaka. Dengan berserah diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa, sang pangeran pergi melewati berbagai hutan lebat untuk menemukan Jabaning Langit dan bertemu dengan para guriang. Dalam perjalanan, pangeran Mundinglaya melewati kerajaan kecil Muara Beres (atau Tanjung Barat) yang merupakan bawahan dari Pajajaran. Disana pangeran Mundinglaya bertemu dan jatuh hati dengan putri kerajaan yang bernama Dewi Kania atau Dewi Kinawati. Perjalanan pun dilanjutkan, tapi dia mesti menghadapi hambatan raksasa Janggrang Kalapitung. Tapi akhirnya, Mundinglaya bisa membawa jimat layang salaka domas. Kemudian dia menjadi pemimpin menggantikan ayahnya.  
Karya sastra lama mengandung berbagai pelajaran, petuah, dan nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini. Salah satu nilai yang terkandung dalam naskah-naskah kuno tersebut adalah nilai kepemimpinan. Dalam kedua carita pantun ini terlihat ada kekacauan dan ketidakadilan. Di pantun Lutung Kasarung, ada ketidakadilan di negara Pasir Batang yaitu, Purbasari sebagai pemegang tahta direbut semena-mena oleh Purbararang. Sedangkan dalam Mundinglaya Dikusumah ada kekacauan di negeri Pajajaran.
Dalam situasi seperti ini, tampilah sosok pemuda yang sedang mangkat birahi, yaitu Guru Minda yang menyukai perempuan mirip ibunya. Dan Mundinglaya Dikusumah yang menyukai Dewi Kania atau Dewi Kinawati. Perasaan suka ini tertunda disebabkan menjalankan tugas. Akan tetapi, keduanya harus mengalami penderitaan. Guru Minda harus berubah terlebih dahulu menjadi lutung, sedangkan Mundinglaya harus bertempur Janggrang Kalapitung. Kemudian di ujung cerita kedua oang pemuda ini bisa menjalankan tugas dan mencapai impiannya, kemudian menjadi pemimpin yang adil makmur gemah ripah.
Dari dua carita pantun ini, terlihat bahwa calon-calon pemimpin itu mesti ditempa dengan berbagai perjalanan cobaan yang berbahaya, penderitaan, perlakuan tidak adil, dan lain-lain. Dalam perjalanan ini sosok pemuda bisa mengasah daya pikir dan pengalaman yang kelak akan berguna. Di samping itu, sosok orang tua adalah memberi kepercayaan, penunjuk dan pendukung. Dalam Lutung Kasarung, Sunan Ambu memberikan petunjuk bahwa perempuan yang dicari Guru Minda ada di Pasir Batang. Sedangkan dalam Mundinglaya Dikusumah, memperlihatkan sosok orang tua yang memberi kepercayaan penuh pada pemuda. Terakhir, memohon pertolongan padaYang Maha Kuasa, tempat manusia bersimpuh berserah diri.
Dengan berkaca terhadap sosok pemuda pada carita pantun ini, sepertinya bangsa Indonesia, khususnya Sunda, yang menurut Yudi bermasalah dalam regenerasi, tentu bisa diatasi.   

Bahan Bacaan:
Majalah Biografi Politik, for Democracy and Change, edisi spesial akhir 2008
Bambang Q. Anees, Yang Muda Yang Nyunda
Jacob Sumardjo, Hermeneutika Sunda; Simbol-simbol Babad Pakuan/Guru Gantangan
Ayip Rosyidi, dkk., Ensiklopedi Sunda



[1] Seuweu Sukabumi, mantan ketua umum RIMASI Jakarta 2005-2006 

Proses manajemen dina organisasi



Proses dina manajemen nyaeta cara anu geus ka sistem pikeun ngalakukeun salah sahiji hal.
1.       Ngarencanakeun (planing)
Disa sagala pilampahan dina organisasi pasti aya rencana supaya urang teu asal milampahna. Dina ngareuncanakeun kagiatan biasana ngagunakeun 5 W + 1H
What : kagiatan naon nu arek di lakukeun?
Why : Kunaon urang kudu ngayakeun kagiatan nu keur direncanakeun?
When : iraha kagitan teh arek dilaksanakeun nana?
Where : dimana tempat pelaksanaan kagiatan na?
Who  : Saha nu jadi panitia / peserta na?
How  : Kumaha tehnis kagiatan nana supaya lancar?

2.       Ngaorganisasikeun(Organizing)
5 prinsip
a.       Ngabagi pagawean
b.      Hiji parentahan (unity of command) nyaeta hiji prinsip dimana bawahan na mung taunggung jawab ka hiji atasan
c.       Kawenangan, kakuasaan, jeung tanggung jawab
d.      Ngendalikeun  bawahan (span of control)
e.      Ngelompokeun kagiatan jeung fungsi di handapeun hiji koordinasi (Departementalisasi)

3.       Pangarahan (Actuating)
                Proses ngarahkeun jeung ngamotifasi anggota organisasi(kader) ngarah kana tujuan organisasi, kaasup dina nyiptakeun suasana anu ngadukung, ngabimbing jeung jadi conto pikeun anggota (kader) dina milampah pagawean.
4.       Pangawasan (controling)
Pikeun nganyahokeun kagiatan/pagawean tah jalan atawa henteu bisi aya nu kaluar tina rencana awal. Jadi dibutuhkeunkoreksian jeung evaluasi. Pangawasan ini dipilampah pikeun ningkatkeun pagawean nu bakal datang.


Unsur manajemen organisasi
1.       Sumber daya manusia (kamampuan anggota na)
2.       Modal (anggaran, fasilitas, infrastruktur)
3.       Metode (cara pikeun migawe pilampahan)
4.       Target/sasaran (kudu jelas sasaran kagiatan na)